Judul Buku : Queen of Dreams
(Ratu Mimpi)
Jenis Buku : Fiksi
Penulis :
Chitra Banerjee Divakaruni
Alih Bahasa : Gita Yuliani K
Desain dan
Ilustrasi Cover : Satya Utama Jadi
Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : I Agustus
2014
Tebal : 400
halaman
ISBN : 978-979-22-7395-3
Pembaca
mimpi, suatu keahlian yang terdengar menarik, bukan? Rakhi juga
berpikir seperti itu. Mungkin itu sebabnya ketika masih remaja, dia
pernah meminta sang ibu untuk mengajarinya menjadi pembaca mimpi.
Rakhi,
seorang perempuan, tinggal di Berkeley, berprofesi sebagai pelukis, ibu
muda dari seorang anak perempuan yang berumur sepuluh tahun, dan
pemilik dari kedai teh yang akan bangkrut. Rakhi juga seorang mantan
istri yang terpaksa bercerai karena peristiwa suatu malam yang selalu
menghantuinya. Profil yang terlalu biasa untuk diceritakan, bukan?
Kecuali fakta bahwa, dia, anak dari seorang pembaca mimpi, yang
sayangnya tidak bisa membaca mimpi.
INDIA DAN NEGERI IMPIAN
Sejak
kecil, Rakhi terpesona dengan segala sesuatu tentang India, tanah
kelahiran orang tuanya, yang entah mengapa sengaja disembunyikan
darinya. Keterpesonaan Rakhi pada India tertuang dalam setiap
lukisannya. Lukisannya selalu tentang tempat-tempat yang tak
pernah dikunjunginya. Ketika kuliah, Rakhi meminjam tape dari
perpustakaan Asia Selatan yang berisi lagu-lagu tentang Monsoon--musim
hujan--Bengali. Dia berkhayal tentang pohon palem yang dilanda badai,
atau burung bulbul berdada merah berlindung di antara akar-akar gantung pohon
banyan. Apapun alasannya, Rakhi kerap menyalahkan sang ibu karena
merasa dirinya "kurang" India, meskipun kedai teh yang dibukanya
bersama Belle, sahabatnya, dinamai Chai, salah satu kata dari bahasa
Bengali. Sementara ayahnya, mereka tidak begitu akrab. Ayahnya sudah
membangun tembok sejak lama lewat botol-botol minuman yang acap
dirayakannya tiap akhir pekan.
Rakhi
ingin mengenal India, sedalam inginnya untuk mengenal sang ibu.
Namun, mereka berbeda dalam banyak hal. Rakhi memelihara masa lalu,
sementara ibunya membaca masa depan. Dan perbedaan-perbedaan itu membuat
Rakhi merasa terasing; dari ibunya, dari negeri asal orang tuanya, dari
rumahnya, termasuk dari kamar jait, tempat sang ibu bermimpi. Di sana,
di kamar jait, mimpinya pernah dibeli, dan sejak itu Rakhi tak pernah bermimpi.
Pada
malam pembukaan pameran tunggalnya yang pertama, ibunya meninggal dalam
kecelakaan. Rakhi limbung. Dia menyalahkan Sony, ayahnya, dirinya
sendiri, dan sang ibu atas kehilangannya. Jurnal yang ditemukannya di
kamar jaitlah yang menjadi media komunikasi Rakhi dengan masa lalu
ibunya.
PERAN IBU DAN MENJADI IBU
Ada
dua ibu yang menjadi pusat cerita dalam novel ini, Mrs Gupta, ibunya
Rakhi, dan Rakhi, ibunya Jona. Uniknya lagi, sudut pandang pencerita
justru dari kedua tokoh tersebut. Ada lingkar kehidupan di sana. Peran
ibu--yang begitu agung, yang banyak dilantunkan dalam lagu, doa, puisi
maupun cerita-cerita--diceritakan begitu manusiawi. Mrs Gupta, dalam
jurnalnya mengaku, menyesal memiliki Rakhi, dan Rakhi sendiri mengaku,
bukanlah ibu yang baik untuk Jona. Mrs.Gupta dan Rakhi adalah dua
manusia yang berperan sebagai ibu dengan masalahnya masing-masing.
Mereka adalah ibu-ibu yang belum selesai dengan dirinya sendiri. Ibu yang
terkadang menoleh ke belakang, dan berpikir tentang kemungkinan andai dia tidak
memilih peran sebagai ibu akan menjadi sehebat apa dirinya. Ibu yang berusaha menjadi ibu.
IMPRESI
Baneerje
merupakan penulis imigran Amerika asal India. Seperti kebanyakan
penulis diaspora, novel ini pun bercerita
tentang efek "tarik menarik" antara identitas dan budaya setempat para
tokoh tokohnya. Kegamangan budaya mendapat porsi lebih dalam setiap
cerita.
Novel
ini terasa menarik di awal dengan pembuka dari sudut pandang Mrs Gupta
yang diberi judul Jurnal Mimpi. Bab selanjutnya, penceritaan dari sisi
Rakhi, diteruskan oleh POV orang ketiga serba tahu. Pola bercerita yang
sebenarnya memudahkan pembaca menemukan detil detil yang tak tersampaikan lewat
sudut pandang orang pertama. Namun justru teknik ini terasa kurang
efektif. Lompatan-lompatan sudut pandang pencerita malah mengurangi efek
kedekatan pembaca dengan para tokoh. Karakterisasi juga terasa kurang.
Tokoh Rakhi, serupa anak kecil menjengkelkan dengan sikap tantrumnya.
Lalu sosok Mrs Gupta lewat jurnal mimpinya, tak membantu pembaca untuk
memahami konflik yang dihadapi perempuan muda yang terpesona dengan
gemerlap cinta. Sedang, karakter Mr Gupta, yang menjadi alasan terbesar
si pembaca mimpi untuk melupakan bakatnya, malah mendapat porsi sangat
sedikit di awal. Sehingga, Mr Gupta muda dan Mr Gupta terasa seperti dua
karakter yang berbeda. Lalu ada tokoh-tokoh yang muncul, tanpa nama,
dan tak ada relasi dengan konflik-konflik yang disajikan penulis, dan
memaksa saya berpikir, untuk apa tokoh itu dihadirkan? Hanya untuk mengelabui
pembaca dengan memunculkan unsur mistik yang sama sekali tidak relevan? Untung saja, ada tokoh Belle dan Sony yang sedikit menghibur dalam cerita ini.
Misteri
yang dihadirkan penulis sejak awal terasa menggantung. Pesan yang
disampaikan juga tak berhasil menggugah. Terlalu banyak konflik yang
dihadirkan dan tak sempat digali. Kemungkinan, ada banyak pembaca yang seperti saya, yang bertanya-tanya; Sebenarnya
Baneerje mau menulis apa? Rakhi yang terpesona dengan kehidupan ibunya
yang penuh rahasia, atau tentang pernikahan Rakhi yang tak berhasil atau tentang pembaca mimpi yang tak bisa melakoni
peran ibu dan istri yang dipilihnya? Dan pertanyaan paling besar, untuk
apa menyelipkan peristiwa sebelas september dalam cerita ini?
Penulis juga kebanyakan "telling" ketimbang menunjukkan sedalam apa kesedihan si tokoh mengartikan kehilangan. Baneerje cuma bilang; dia menangis., dia merasa kehilangan, dsb-dsbnya.
Penulis juga kebanyakan "telling" ketimbang menunjukkan sedalam apa kesedihan si tokoh mengartikan kehilangan. Baneerje cuma bilang; dia menangis., dia merasa kehilangan, dsb-dsbnya.
Begitulah.
Novel ini memang tidak memorable dan mungkin saja memang tidak ingin diingat. Begitu selesai membacanya, kau tak
perlu menyisihkan sedikit waktu untuk menyesap pengalaman baca yang
mengendap di kepalamu. Kau tak perlu berlama lama diam dan masih bisa
mengirimkan ucapan Selamat Natal ke sahabat-sahabatmu sehabis membacanya. Kau
juga tak perlu ragu untuk mengambil buku lain dari salah banyak buku
yang menumpuk di rak atau lemari lembabmu. Dan saya akhirnya sampai pada
pemikiran ini. Mungkin saja, Divakaruni memang tidak ingin memberati
para pembacanya untuk melakukan segala kesia-siaan itu. Bukankah hidup sudah
rumit? Tak perlu diusik dengan euforia apalah-apalah itu, bukan? Mungkin saja.
Bagus sekali gan, makasih telah berbagi gan...
BalasHapuslogin joker123
joker123 net
jokergaming
joker สล็อต
joker688
joker slot download
เกมโจ๊กเกอร์
joker game
ดาวน์โหลดjoker
โจ๊กเกอร์เกมส์
joker123 ฟรีเครดิต
ทางเข้าjoker123
Kita harus punya mimpi, tapi tidak baik terus hidup dalam mimpi. apalagi jadi ratu, wkwkwk
BalasHapusPokerbo
BalasHapusVipbet88