PANGERAN YANG SELALU BAHAGIA (THE HAPPY PRINCE AND OTHER STORIES)






Judul: Pangeran yang Selalu Bahagia (The Happy Prince and Other Stories)Penulis: Oscar WildePenerbit: Yayasan Obor IndonesiaEdisi: kedua (Oktober 2003)Tebal: 206 halamanISBN: 979-461-346-0


Buku ini terdiri dari sembilan cerita yang berjudul:

Pangeran yang selalu Bahagia
Burung layang-layang itu terbang kembali ke Pangeran yang selalu Bahagia itu, dan melaporkan apa yang telah dikerjakannya. “Aneh sekali,” katanya, “rasanya udara lebih hangat sekarang, meskipun dingin sekali.”
“Karena kau telah berbuat baik,” kata Pangeran. Dan burung layang-layang kecil itu termenung.(Hal.9)
 Raksasa yang Egois
Raksasa itu akhirnya mengerti, tawa ceria kanak-kanaklah yang memperindah kebunnya yang luas.

Teman yang Setia
Ketulusan terkadang menjadi bumerang bagi diri sendiri. Saya tidak bisa mengatakan Hans seorang teman yang bodoh karena bersedia diperdaya oleh Miller.

Roket yang Mengagumkan
“Aku pasti sudah menciptakan peristiwa yang hebat,” kata roket, dan ia pun mati. (Hal. 69)
Bunga Mawar dan Burung Bul-bul
“Bergembiralah,” seru Burung Bul-bul, “bergembiralah; karena engkau akan mendapatkan setangkai bunga mawar merah. Aku akan membuatnya dengan suara musik dan cahaya bulan, dan melumurinya dengan darah hatiku sendiri. Yang kuminta darimu sebagai imbalannya adalah kau harus menjadi kekasih yang sejati, karena cinta lebih bijaksana dari filsafat, meskipun filsafat itu bijaksana, cinta lebih kuasa daripada kekuatan, meskipun kekuatan memang kuasa. Cinta memang sangat indah dan manis.” (Hal. 78)
Raja Muda
Semua orang berlutut penuh hormat, dan acara penobatan pun dimulai, dan wajah Uskup itu menjadi pucat dan gemetar. “Orang yang lebih mulia dariku telah menobatkanmu,” katanya dan ia pun berlutut di depan si Raja Muda.
Kemudian si Raja Muda menuruni tangga altar, dan melintas di tengah-tengah kerumunan orang banyak. Tak seorang pun yang berani memandangnya, karena wajahnya persis seperti malaikat. (Hal. 104-105)
Ulang Tahun Infanta
“Putriku yang cantik, si kerdilmu yang lucu tidak akan pernah menari lagi. Malang sekali, ia begitu jelek sehingga ia bisa membuat Raja tersenyum."
“Tapi kenapa ia tidak akan menari lagi?” tanya Infanta, tertawa.
“Karena jantungnya rusak,” jawab Bangsawan itu.
Infanta merengut, bibirnya yang merah cemberut. “Lain kali, siapa pun yang bermain denganku tidak boleh punya jantung,” teriaknya, dan ia berlari ke dalam kebun. (Hal. 130)
Anak Bintang
Tetapi ia berkata kepada mereka, “aku tidak berharga, karena aku tidak mengakui ibuku. Aku tidak akan berhenti mencarinya, aku ingin minta maaf padanya. Karena itu, aku tidak bisa tinggal di sini, sekalipun kalian akan menobatkan aku.” Dan seketika itu ia pun berbalik menuju jalan keluar istana. (Hal. 153)
Nelayan dan Jiwanya
Dan si nelayan muda itu berkata pada dirinya sendiri. “Aneh sekali benda satu ini! Pak Pendeta berkata padaku bahwa jiwa adalah benda yang paling mulia dan berharga di dunia ini, sementara para pedagang itu mengatakan bahwa jiwa tidak lebih dari sebuah klip penjepit kertas.” (Hal. 164)


Pada saat sekarang dongeng digunakan sebagai metode pembelajaran karena efektif merangsang daya imajinasi, kecerdasan emosi, dan empati seorang anak dengan mengolah realitas menjadi kisah fantasi melalui bahasa sehari-hari. Tampaknya Oscar Wilde juga mengamini hal tersebut dengan menulis sembilan dongeng untuk kedua anaknya, Vyvyan dan Cecil. Sembilan dongeng yang terangkum dalam buku bertajuk Pangeran yang selalu Bahagia ini disajikan dalam berbagai bentuk seperti fabel, parafabel, Sage, dan Mite.

Sebelum membaca karya Oscar Wilde ini, saya tidak pernah menyangka kalau dongeng anak mempunyai banyak wajah. Sebagai salah satu sastra anak, dongeng bukan saja berfungsi sebagai sarana hiburan tetapi juga alat untuk mendidik, menyampaikan protes sosial, dan proyeksi terhadap keinginan terpendam. Namun lambat laun fungsi tersebut dikerucutkan menjadi sekadar alat untuk menghibur, atau menyampaikan nilai-nilai yang sejak dulu diyakini benar. Wajar bila dongeng anak yang banyak kita dengar atau baca memiliki plot yang sederhana, karakterisasi yang juga sederhana, dengan penutup yang (selalu) berakhir dengan bahagia. Dalam dongeng anak hanya ada dua kutub, hitam dan putih, salah dan benar, baik dan jahat, tidak ada zona abu-abu. Bahwa tokoh utama selalu berperan baik, dan karena kejujuran dan ketabahannya akan menuai imbalan yang menyenangkan, sebaliknya tokoh yang jahat akan mendapat hukuman. Itu sebabnya, bagi orang dewasa, dongeng anak terasa sangat membosankan, terlalu mendikte dengan konten pesan moral yang terkesan dipaksakan.

Namun Pangeran yang selalu Bahagia akan membawa pembaca ke dunia dongeng anak yang sama sekali berbeda. Jangan bayangkan kau akan menemukan kisah yang berakhir bahagia seperti yang dituturkan HC Andersen. Dalam buku kumpulan dongeng ini kita akan menemukan banyak sindiran tajam terhadap moralitas tatanan masyarakat kelas atas, kemunafikan, atau kepalsuan dengan gaya yang jenaka, dan konyol. Gaya tersebut bisa ditemukan lewat dialog-dialog antar tokoh, seperti kutipan di bawah ini:
“Apa yang engkau tertawakan?” tanya Roket, “aku tidak tertawa.”
“Aku tertawa karena aku bahagia,” jawab Biskuit.
“Itu alasan yang egois,” kata Roket dengan marah. “Apa hakmu untuk bahagia? Kau harus memikirkan orang lain. Pada dasarnya, kau harus memikirkan aku. Aku selalu memikirkan diriku sendiri, dan aku harap orang lain memikirkan aku juga. Itu namanya simpati. Simpati itu sifat baik dan aku sarat dengan kebaikan. Contoh, seandainya terjadi sesuatu padaku malam ini, orang-orang akan merasa rugi....” (Roket yang Mengagumkan, hal. 57)
Dia pasti orang yang sangat romantis,” kata Kembang Api Roda Chaterine, “karena ia menangis pada saat tidak ada yang perlu ditangiskan,” dan ia menarik napas dalam-dalam, memikirkan kotak perjanjian itu. (Roket yang Mengagumkan, hal. 60)
Selain itu Oscar Wilde acap memunculkan karakter-karakter yang tidak biasa sebagai tokoh utama, contohnya, Roket yang sombong dan gemar memegahkan diri dalam Roket yang Mengagumkan, Miller yang lihai berbicara tentang kesetiakawanan namun hanya mementingkan diri sendiri dalam Teman yang Setia, atau Infanta yang egois dan menganggap persahabatan si Kerdil hanya sebagai hiburan dalam Ulang Tahun Infanta. Meski kisah yang dihadirkan kelam dan suram, namun dongeng-dongeng ini tetap menghadirkan pesan moral seperti mengasihi orang yang lemah, berbagi dengan sesama, ketulusan, kerendahhatian, rela berkorban, persahabatan, atau kejujuran.

 Dalam beberapa dongeng Wilde memaknai kisah-kisah dalam alkitab dengan cara yang lebih sederhana dan mudah dipahami, selain itu ia juga memunculkan tokoh-tokoh yang merupakan teladan dari sosok Nabi Isa, seperti kutipan di bawah ini:
Raksasa itu mengagumi kebunnya. “Bungaku banyak sekali,” katanya; “tetapi anak-anak itu adalah bunga yang tercantik di dunia.” (Raksasa yang Egois, hal.27)
Dan ketika sudah dekat, wajahnya menjadi merah karena marah, ia berkata, “Siapa yang berani melukaimu?” Raksasa itu melihat di telapak tangan dan kaki anak kecil itu bekas tanda dua paku.
“Siapa yang berani melukaimu?” seru Raksasa itu, “katakan padaku, biar kubunuh dia dengan pedangku yang besar.”
“Jangan,” jawab anak kecil itu; “luka-luka ini adalah luka cinta.”
“Siapa engkau sebenarnya?” kata Raksasa itu, dan tiba-tiba ia menjadi terpesona dan berlutut di depan anak kecil itu.
Dan anak kecil itu tersenyum pada Raksasa itu, dan berkata padanya, “engkau pernah membiarkanku bermain-main di kebunmu, sekarang kau harus ikut denganku ke kebunku, yaitu Surga.” (Raksasa yang Egois, hal.28)
Hal ini menjadi menarik bagi saya mengingat gaya hidup Wilde yang bohemian dan cenderung skeptis akan ortodoksi agama dan konstitusinya. Memang sangat kontradiktif. Bukan saja dalam kumpulan dongeng ini, namun Wilde kerap menunjukkan kekagumannya akan figur Kristus dalam karya-karyanya, baik drama atau prosa.

Namun ada beberapa hal yang mesti menjadi perhatian khusus bagi orang tua ketika menyodorkan buku ini kepada anak-anaknya. Konten yang terlalu muram dan berdarah-darah atau pemaknaan cinta yang mendalam pada dongeng Bunga Mawar dan Burung Bul-bul atau Nelayan dan Jiwanya mungkin akan sukar dicerna oleh anak-anak, termasuk memahami lelucon-lelucon yang terkadang kasar dalam cerpen-cerpen yang lain. Untuk itu, diperlukan bimbingan dari orang tua agar pesan moral tersampaikan dan tidak disalahartikan.

Empat bintang untuk gaya mendongeng Oscar Wilde yang tidak biasa, setengah bintang untuk penerjemah, dan minus setengah bintang untuk kesalahan eyd dan typo di sana-sini. Lalu dongeng kesukaan saya, hmmm... sulit untuk menentukan mana yang paling saya sukai. Setiap dongeng memiliki keunikan masing-masing, kelebihan atau pun kekurangannya.



      

Komentar