Judul: Detektif Ulung Blomkvist
Penulis: Astrid Lindgren
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (November 1993)
Alih Bahasa: Agus Setiadi
Alih Bahasa: Agus Setiadi
Apa
kau mengenal Kalle Blomkvist?
Ah, jangan bilang kalau kau belum pernah
mendengar nama detektif yang satu ini padahal dia telah berjasa membantu pihak
kepolisian Stockholm meringkus kawanan perampok permata yang lama menjadi
buronan.
Malang
benar nasib Kalle Blomkvist. Tak seorang pun memercayai kemampuannya sebagai
seorang detektif--yang telah berhasil memecahkan banyak kasus kejahatan di
seluruh dunia--hanya karena dia masih berusia dua belas tahun, eh maksud saya,
menjelang tiga belas tahun. Bahkan Eva-Lotta dan Anders, teman sekaligus rekan
sejawat dalam kelompok mawar putih pun kerap mengolok-oloknya. Sungguh tidak
adil.
Tapi
Kalle Blomkvist tidak bisa berbuat apa-apa karena pada kenyataannya kota kecil
tempat di mana dia tinggal tak sedikit pun menunjukkan tanda-tanda bahwa telah
terjadi kejahatan besar yang mesti ditanganinya, selain masalah Fredrik Pincang
yang mengambil kotak sumbangan gereja setiap hari minggu. Bahkan tugas itu pun
telah ditangani oleh agen polisi yang sering dipanggil paman Bjork. Tidak
mengherankan bila Kalle Blomkvist terpaksa berpuas diri hanya menjadi salah
satu prajurit mawar putih yang berperang menumpas kelompok mawar merah demi
mendapatkan dokumen rahasia yang tersimpan di loteng dekat dapur pembakaran Tuan
Lisander, ayah Eva-Lotta.
Ya,
Kalle Blomkvist hanya satu dari ribuan anak di seluruh dunia yang
berangan-angan menjadi seorang detektif ulung seperti Sherlock Holmes, Asbjorn
Krag, Hercule Poirot, atau Lord Peter Wimsey, yang berhasil menangani banyak
kasus kejahatan rumit dan berbahaya. Permasalahannya, Kalle bukanlah anak
dengan kemampuan istimewa seperti anak-anak dalam cerita detektif yang lain
itu. Tidak disebutkan apakah dia bisa memecahkan rumus matematika yang rumit
dan memusingkan kepala, atau berhasil menciptakan kode-kode rahasia yang
membantu pihak kepolisian menjaga dokumen penting negara Swedia, atau mempunyai
kemampuan bertarung melawan gerombolan penjahat bertubuh besar.
Pada
liburan musim panas lalu, ketika kawanan mawar putih bingung mencari kegiatan
yang mengasikkan, seorang lelaki misterius mendatangi rumah Eva-Lotta dan
mengaku sebagai sepupu ibunya. Saat itulah karir detektif swasta Blomkvist
dimulai. Ini bukan tugas yang mudah. Kalle mesti mencari tahu apakah
kecurigaannya tentang kejahatan besar yang disembunyikan laki-laki itu dari
semua orang, memang benar. Dia mesti berhati-hati. Bagaimanapun Paman Einar
(mereka memanggilnya demikian) adalah paman Eva-Lotta. Laki-laki itu juga
pernah mengajak mereka bertualang menyusuri ruang bawah tanah reruntuhan puri
lalu membelikan limun dan kue-kue yang manis. Pekerjaan yang sangat berat,
karena Kalle juga harus menjalankan misi sebagai mata-mata ketika peperangan
antara kelompok mawar putih dan mawar merah kembali pecah.
Begitu
saja?
Well,
bila ditinjau dari kasus yang disajikan, cerita detektif Kalle Blomkvist memang
tidak terlalu istimewa. Pembaca akan (segera) menyimpulkan bahwa cerita ini
tidak berbeda dengan buku petualangan atau detektif-detektifan ala anak-anak
yang sudah banyak beredar. Dan sebagaimana cerita detektif anak-anak lainnya,
buku ini juga tidak memunculkan kasus pelik nan menegangkan atau berdarah-darah
Namun
Astrid Lindgren memberikan "warna" lain dalam buku ini (yang menjadi
pembeda dengan buku detektif anak-anak lainnya). Narasi yang polos, sederhana
dan lucu disampaikan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga. Ketika
membacanya, saya seperti tengah “mendengar” seorang anak kecil bercerita
tentang petualangan beberapa anak kecil lainnya, lengkap dengan
komentar-komentar lucu atau celetukan-celetukan konyol. Dunia kanak-kanak
digambarkan dengan begitu lugu dan murni tanpa menghilangkan daya imajinatif
kanak-kanak itu sendiri.
Dunia
anak-anak adalah dunia yang dipenuhi dengan keajaiban dan terkadang sukar
dipahami atau diselami oleh orang dewasa. Ada banyak hal menarik, penuh
petualangan, berbalut kehangatan, kesederhanaan dan keluguan dalam pikiran
seorang anak kecil. Mungkin inilah yang ingin diterjemahkan Astrid Lindgren dan
penulis buku anak lainnya dalam setiap karya mereka.
Namun
Astrid Lindgren sedikit berbeda. Dalam cerita-ceritanya, dunia anak-anak tidak
hanya digambarkan dengan alam fantasi dan dongeng semata, namun lebih suram,
lebih kontemplatif, dan menampilkan sisi-sisi gelap kehidupan. Selain itu tokoh
anak-anak yang dimunculkan sama sekali berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh
orang dewasa selama; bahwa anak-anak itu polos,
perlu dilindungi, mesti diarahkan, atau selalu dicekoki ajaran tentang yang
baik dan yang salah. Anak-anak yang menjadi karakter cerita
Lindgren adalah anak-anak yang utuh, mandiri, dan bergembira dengan caranya
sendiri, bukan sekadar mengikuti petunjuk orang dewasa saja.
Di darat, di tengah semak belukar, pertarungan terus berlangsung dengan sengit. Suara mereka begitu berisik sehingga Pak Lisander terpaksa meninggalkan adonan roti yang sedang diolahnya, untuk melihat apa yang sedang terjadi di belakang. Dengan santai ia berjalan menuju sungai, tepat pada saat anaknya menyembulkan kepalanya yang basah kuyup setelah dibenamkan ke dalam air. Benka dan Jonta melepaskan Eva-Lotta dan memandang tukang roti dengan perasaan bersalah. Pak Lisander memandang anak-anak sambil merenung.“Bagaimana Eva-Lotta, bisakah kau berenang sedikit-sedikit?” tanyanya kemudian.“Tentu saja,” kata Eva-Lotta. “Aku bisa berenang dengan segala macam gaya.”“Aha! Yah, itu saja yang ingin kuketahui,” kata Pak Lisander, lalu dengan santai meneruskan pekerjaannya. (Hal.124)
Dan seperti dalam karya-karya sebelumnya (Madicken dan Lisabeth, Pippi si Kaus Kaki Panjang atau Ronya), Astrid Lindgren juga menyisipkan banyak kritik terhadap perilaku orang dewasa dan tatanan kehidupan sosial lewat kepolosan anak-anak. Lihat bagaimana Eva-Lotta sampai menangis dan membenci Paman Einar ketika menemukan Tussa, kucing kesayangannya berlari-lari ketakutan dengan kaleng yang diikatkan di ekornya. Atau baca ucapan Kalle kepada Paman Bjork yang menyindir orang dewasa yang selalu mengedepankan bukti dalam menilai sesuatu, seperti kutipan di bawah ini:
“Apakah yang harus dilakukan jika kita mengetahui bahwa seseorang itu penjahat, tapi kenyataan itu tidak bisa dibuktikan?” (Hal. 190)
Ah, ternyata tidak diperlukan alam fantasi atau petualangan yang panjang dan berliku-liku atau kasus yang rumit (dan terkadang berbenturan dengan logika) untuk menghadirkan cerita yang menarik.
Jadi, apa kau masih tidak mengenal Kalle Blomkvist?
Ya, kini ia adalah detektif ulung, bukan cuma Kalle. Itu bahkan tertera dalam koran yang sedang dipegangnya. Di situ tertulis sebagai kepala berita. Detektif Ulung Blomkvist, dan di bawahnya terpampang fotonya. Foto itu sama sekali tidak menampakkan wajah orang dewasa dengan raut muka dan tatapan mata tajam, seperti bayangan orang pada umumnya. Wajah yang nampak pada foto itu adalah wajah Kalle. Tapi mau apa, memang begitulah kenyataannya. (Hal. 214)
Komentar
Posting Komentar