PENULIS : INTAN PARAMADITHA
PENERBIT : KATAKITA (2005)
TEBAL : 150 halamanBenar kata teman saya, setelah membaca kumpulan cerpen ini saya merasa, menjadi seorang perempuan itu melelahkan. Kamu bisa membuktikannya dengan menilik satu per satu cerita dalam buku ini. Sihir Perempuan bercerita tentang seputar perempuan dalam setiap cerpennya. Tema yang biasa sebenarnya. Sudah banyak penulis yang mengangkat tema tentang perempuan, mulai dari kisah perempuan yang tertindas, perempuan yang menjadi korban, perempuan yang selalu kalah dan mengalah, dsb. Tapi di sini Intan bukan bercerita tentang hal itu. Dia menghadirkan perempuan dengan sisi-sisi tergelapnya. Semisal perempuan yang kuat berpura-pura selama hidupnya, seperti yang diceritakan Intan dalam Pemintal Kegelapan dan Mobil Jenazah, atau tentang perempuan rapuh dan mudah pecah seperti dalam cerpen Sejak Porselen Berpipih Merah itu Pecah.
Cerpen yang menjadi jagoan saya tentu saja Perempuan Buta tanpa Ibu Jari. Intan memelintir dongeng yang dulu terlihat sangat cantik di mata kanak-kanak saya, Cinderella. Saya pun sempat hidup dalam dongeng itu, bermimpi menjadi sama beruntungnya dengan Cinderella, kelak dipinang lelaki yang melabeli dirinya sebagai pangeran dan hidup berbahagia selamanya. Di negeri kita sendiri, ada dongeng serupa dengan versi yang sedikit berbeda, seperti bawang merah dan bawang putih. Ah, mengapa anak-anak dijejali cerita yang tak masuk akal seperti itu padahal kenyataan hidup tidak pernah sesempurna itu.
Saya juga menyukai cerpen Sang Ratu. Di cerpen ini Intan menyatakan bahwa perempuan biasa yang mungkin terkesan membosankan seperti dewi ternyata titisan Ratu Pantai Selatan yang menunggang perempuan berwujud kalajengking besar dan melakukan pembalasan pada Herjuno. Jadi berhati-hatilah, tak semua yang terlihat mata serupa dengan yang sesungguhnya.
Untuk cerita saya beri nilai 3,5 bintang. Dan untuk sensasi kengerian yang saya dapat selama membaca kumpulan cerpen ini, maka saya membulatkan ke atas.
Komentar
Posting Komentar