MOMO

JUDUL           : MOMO
PENULIS      : MICHAEL ENDE
PENERBIT   : GRAMEDIA (2004)
TEBAL           : 320 halaman

Momo adalah nama seorang anak kecil yang menjadi tokoh utama sekaligus menjadi judul dari buku ini. Momo hanya anak yatim piatu biasa yang tinggal sendirian di sebuah reruntuhan. Kelebihannya adalah mendengarkan. Kelebihan yang sangat biasa sebenarnya tapi justru sangat sulit ditemukan pada saat ini.

Momo dengan matanya yang hitam dan besar menatap lawan bicara saat mendengarkan. Semua hal yang didengarnya dianggap penting. Dia mendengarkan dengan sorot mata yang jernih dan tulus, meski untuk keluhan-keluhan biasa atau pertengkaran-pertengkaran sepele. Dia mendengarkan bukan sambil melakukan hal-hal lain, semisal menggigit kuku, membolak-balik halaman buku, menonton televisi, atau bermain dengan sebuah benda yang kebetulan berada dalam tangannya. Dia mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Setelah mendengarkan, dia tidak mengatakan sepatah kata untuk menghakimi apalagi memberi nasihat yang dia pikir bijak. Terkadang memang bukan nasihat atau tanggapan yang diperlukan, hanya kesediaan untuk mendengar. Dan di saat ini, justru hal itu sangat sulit ditemukan bahkan dari orang-orang terdekat kita sekalipun.

Novel yang ditulis Michael Ende ini berkisah tentang petualangan anak kecil bernama Momo. Dia mesti menyelesaikan misi demi menyelamatkan manusia dari kejahatan tuan kelabu. Ah, saat membaca ini, tiba-tiba saya teringat akan keluhan saya. Selama ini saya selalu merasa kekurangan waktu. Dua puluh empat jam selalu tidak cukup untuk segudang rutinitas yang sebenarnya itu-itu saja (tapi entah mengapa tidak pernah bisa saya selesaikan). Lantas ketakutan melintas dalam kepala saya, jangan-jangan tuan kelabu-yang berkendara mobil mewah, menggunakan jas kelabu, berkepala botak dengan topi yang juga kelabu, tak lupa menghisap cerutu yang selalu menghembuskan hawa dingin-telah mengunjungi saya pada suatu malam, lalu menunjukkan hitung-hitungan yang sangat masuk akal dan mempengaruhi saya untuk mau ikut berinvestasi dengan menabung waktu pada mereka.

Mungkin juga, hal ini tidak hanya terjadi dengan diri saya sendiri, tapi juga pada banyak orang di luar sana. Terbukti semakin banyaknya keluhan-keluhan serupa yang terdengar. Sama seperti saya, mereka juga merasa selalu kekurangan waktu. Haduh! Lalu muncul satu pertanyaan, apakah ada seorang anak perempuan kecil dengan jas bertambal yang kebesaran dan memiliki sepasang mata bulat berwarna hitam jernih yang menggendong seekor kura-kura yang bisa membantu saya dan banyak orang untuk mengembalikan waktu-waktu yang sebenarnya tidak pernah hilang?

Cerita ini begitu terkenal, sudah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa. Saya beri 3 bintang untuk buku ini. Bacaan yang bagus sebenarnya, cocok untuk anak-anak dan juga perlu dibaca oleh orang dewasa, tapi mungkin it's not my cup of tea. Saya merasa kebosanan di bagian narasi tentang istana pengelola waktu dan detail dunia fantasi lainnya. Baiklah, saya mengaku, saya memang sedikit kesulitan dengan bacaan fantasi seperti ini. Selesai baca 22 Juli 2012.
"Suatu hari kita mendadak enggan melakukan apa-apa. Kita dihinggapi rasa jemu. Tapi perasaan itu tidak hilang-hilang, malah bertambah parah. Dari hari ke hari dan minggu ke minggu terus saja bertambah parah. Kita akan merasa semakin murung, semakin kosong, semakin tidak puas dengan diri kita sendiri dan dengan dunia. Berangsur-angsur perasaan itu pun tak terasa lagi, dan kita tidak merasakan apa pun. Kita menjadi masa bodoh dan kelabu, seluruh dunia terkesan asing dan tidak penting. Tak ada lagi perasaan marah atau senang. Kita tidak lagi bisa merasa gembira maupun sedih. Kita lupa cara tertawa dan menangis, Lalu hati kita menjadi dingin, dan kita tidak lagi mampu menyayangi siapa pun. Kalau sudah sampai tahap itu, maka sudah terlambat. Kita tidak bisa disembuhkan lagi. Kita bergegas kian kemari dengan pandangan kosong dan wajah kelabu, seperti para tuan kelabu. Ya, kalau sudah begitu, kita menjadi salah satu dari mereka. Penyakit itu bernama: KEBOSANAN YANG MEMATIKAN."


Komentar