KOTA TUA


Judul: Kota Tua (The Old Capital)
Penulis: Yasunari Kawabata
Penerbit: Alinea (2006)
Halaman: 196 hal


Saya memberi bintang tiga dari lima untuk buku ini dengan berat hati. Bukan karena karya Yasunari Kawabata, si peraih nobel sastra tahun 1968 ini tidak bagus dalam kacamata saya, tapi karena terjemahannya yang sangat (teramat) membuat lelah, untuk mata dan kepala. Ada banyak kejanggalan dalam susunan kalimat. Saya sampai bosan dan terkantuk-kantuk saat mulai membaca. (Saya berharap ada penerbit yang mau mendengar keluh kesah ini sehingga di kemudian hari, buku terjemahan yang sampai ke tangan saya lebih bisa terasa nyaman (hahaha... sekalian curhat).

Novel ini bercerita tentang Chieko, gadis berusia 20 tahun yang mengetahui bahwa dia bukan anak kandung Takichiro Sada dan Shige. Cerita ini didengarnya dari sang ibu ketika duduk di sekolah menengah. Berdasarkan penjelasan kedua orang tuanya yang berbeda-beda, dia mendengar pengakuan bahwa dia diculik dan dilarikan dalam sebuah mobil. Tapi Chieko tahu dia adalah anak yang dibuang di depan toko Sada.

Ketika dia pergi ke Takao untuk melihat bunga maple bersama Masako, mereka memutuskan pergi ke kampung pohon aras Kitayama. Di sana mereka melihat seorang gadis-yang berpakaian menyerupai perempuan Ohara-yang mirip sekali dengan Chieko. Nama gadis itu Naeko. Saudara kembar Chieko yang terpisah sejak lahir.

Novel ini cantik sekali dengan detail daerah-daerah dan budaya Jepang yang menawan. Festival Hollyhock dan perawan suci, Festival Api, Upacara Pemotongan Bambu,keheningan kuil biara di Saga, Kereta Bunga dan perubahan peradaban sejak zaman Meiji, Kampung Kitayama, Kimono, dsb diceritakan dengan sangat cantik dan puitis. Samar-samar saya menangkap keindahan dalam kesederhanaan narasi (dan lagi-lagi saya mengumpat karena terjemahan membuat saya terseok-seok menikmatinya). Datar. Tapi mampu mengaduk-aduk emosi pembaca. Saya ikut merasakan haru Chieko dan Naeko ketika bertemu diam-diam di puncak gunung dan saling berpelukan erat ketika hujan turun disertai guntur.

Mungkin novel ini memang tidak mengutamakan konflik yang berbelit-belit. Tidak ada penyelesaian untuk setiap konflik. Cinta Hideo terhadap Chieko yang dialihkan pada Naeko. Ryusuke yang meminta ijin untuk membantu usaha toko grosir Sada demi bisa berdekatan dengan Chieko, persahabatan Chieko dengan Shin'ichi yang memunculkan pertanyaan apakah Chieko menyukai anak festival itu, atau Naeko yang menolak untuk tinggal dengan Chieko dan keluarganya dengan alasan sentimentil. Cerita berakhir dengan banyak pertanyaan. Dalam novel Kota Tua ini, Kawabata lebih banyak bercerita tentang kecemasan identitas, hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, perubahan tatanan masyarakat Jepang dengan menggunakan karakter dan setting yang sangat mendetail.

Sekali lagi, saya memberi bintang tiga bukan karena saya tidak menyukai ceritanya, tetapi karena hasil terjemahan yang sering menyesatkan saya dan menyamarkan keindahan sebenarnya. Saya yakin, keindahan Kota Tua lebih dari yang bisa saya dapatkan ketika membaca buku dengan dasar sampul berwarna putih ini. (27 s.d 31 Oktober 2012)


Komentar

  1. Aku suka karya Yasunari Kawabata. Aku baru punya satu : " Daerah Salju". Kalau " Kota Tua" dibeli di mana ?

    BalasHapus
  2. wah, ini beli di loakan yang ada di medan, hehehe... kebetulan nemu... ^^

    BalasHapus

Posting Komentar